BAB
: Wanita haid menghadiri shalat dua Hari Raya dan
mendengarkan khutbah dan do'a bagi Kaum Muslimin namun mereka dijauhkan dari
tempat shalat
No. Hadist: 313
(Shahih Bukhari)
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ
عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ كُنَّا نَمْنَعُ عَوَاتِقَنَا أَنْ يَخْرُجْنَ فِي
الْعِيدَيْنِ فَقَدِمَتْ امْرَأَةٌ فَنَزَلَتْ قَصْرَ بَنِي خَلَفٍ فَحَدَّثَتْ
عَنْ أُخْتِهَا وَكَانَ زَوْجُ أُخْتِهَا غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشَرَةَ غَزْوَةً وَكَانَتْ أُخْتِي مَعَهُ فِي
سِتٍّ قَالَتْ كُنَّا نُدَاوِي الْكَلْمَى وَنَقُومُ عَلَى الْمَرْضَى فَسَأَلَتْ
أُخْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعَلَى إِحْدَانَا بَأْسٌ
إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهَا جِلْبَابٌ أَنْ لَا تَخْرُجَ قَالَ لِتُلْبِسْهَا
صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا وَلْتَشْهَد الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ
فَلَمَّا قَدِمَتْ أُمُّ عَطِيَّةَ سَأَلْتُهَا أَسَمِعْتِ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ بِأَبِي نَعَمْ وَكَانَتْ لَا تَذْكُرُهُ
إِلَّا قَالَتْ بِأَبِي سَمِعْتُهُ يَقُولُ يَخْرُجُ الْعَوَاتِقُ وَذَوَاتُ
الْخُدُورِ أَوْ الْعَوَاتِقُ ذَوَاتُ الْخُدُورِ وَالْحُيَّضُ وَلْيَشْهَدْنَ
الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُؤْمِنِينَ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى قَالَتْ
حَفْصَةُ فَقُلْتُ الْحُيَّضُ فَقَالَتْ أَلَيْسَ تَشْهَدُ عَرَفَةَ وَكَذَا
وَكَذَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad -yaitu Ibnu
Salam- berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdul Wahhab dari Ayyub dari
Hafshah berkata, "Dahulu kami melarang anak-anak gadis remaja kami ikut
keluar untuk shalat pada dua hari raya. Hingga suatu hari ada seorang wanita
mendatangi desa Qashra Banu Khalaf, wanita itu menceritakan bahwa suami dari
saudara perempuannya pernah ikut berperang bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam sebanyak dua belas peperangan, ia katakan, 'Saudaraku itu hidup
bersama suaminya selama enam tahun.' Ia menceritakan, "Dulu kami sering
mengobati orang-orang yang terluka dan mengurus orang yang sakit.' Saudara
perempuanku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah
berdosa bila seorang dari kami tidak keluar (mengikuti shalat 'Ied) karena
tidak memiliki jilbab?" Beliau menjawab: "Hendaklah kawannya
memakaikan jilbab miliknya untuknya (meminjamkan) agar mereka dapat menyaksikan
kebaikan dan mendo'akan Kaum Muslimin." Ketika Ummu 'Athiyah tiba aku
bertanya kepadanya, "Apakah kamu mendengar langsung dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam?" Ummu 'Athiyah menjawab, "Ya. Demi bapakku!"
Ummu 'Athiyah tidak mengatakan tentang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kecuali
hanya mengatakan 'Demi bapakku, aku mendengar beliau bersabda: "Hendaklah
para gadis remaja dan wanita-wanita yang dipingit di rumah, dan wanita yang
sedang haid ikut menyaksikan kebaikan dan mendo'akan Kaum Muslimin, dan
wanita-wanita haid menjauh dari tempat shalat." Hafshah, "Aku
katakan, "Wanita haid?" Wanita itu menjawab, "Bukankah mereka
juga hadir di 'Arafah, begini dan begini?"
BAB : Keluarnya Kaum Wanita untuk Shalat Dua Hari
Raya
Hadits
No. 434 (Shahih Muslim)
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى
الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ
فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ
لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
434. Dari Ummu Athiyyah RA, dia berkata,
"Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengajak kaum wanita keluar
melakukan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Para wanita muda, para wanita yang
haid dan para gadis. Adapun mereka yang haid tidak ikut shalat, namun turut
menyaksikan kebaikan dan perayaan kaum muslimin. Aku bertanya kepada
Rasulullah, 'Ya Rasulullah, di antara kami ada yang tidak memiliki baju.'
Beliau menjawab, 'Hendaklah saudaranya meminjamkan bajunya kepadanya.!"'
{Muslim 3/20 - 21}
BAB: Wanita Ikut Serta Merayakan
Hari Raya
Hadits 1136 dan 1138 (Shahih Sunan
Abu Daud)
أَنَّ أُمَّ
عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَ ذَوَاتِ
الْخُدُورِ يَوْمَ الْعِيدِ قِيلَ فَالْحُيَّضُ قَالَ لِيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ
وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قَالَ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ
لَمْ يَكُنْ لِإِحْدَاهُنَّ ثَوْبٌ كَيْفَ تَصْنَعُ قَالَ تُلْبِسُهَا
صَاحِبَتُهَا طَائِفَةً مِنْ ثَوْبِهَا
1136. Dari Ummu Athiyyah, dia berkata,
"Rasulullah SAW pernah memerintahkan kami supaya menyuruh keluar
wanita-wanita muda dan para gadis pada hari raya. " Lalu ditanyakan,
"Bagaimana dengan wanita-wanita yang haid? " Beliau bersabda,
"Hendaklah mereka itu menyaksikan kebaikan hari itu dan juga doa dari kaum
muslimin." Katanya, "Lalu ada seorang wanita bertanya, 'Wahai
Rasulullah! Kalau di antara wanita ada yang tidak punya sehelai pakaian pun,
bagaimana dia harus berbuat?' Beliau menjawab, "Hendaknya oleh temannya
meminjami sebagian pakaiannya. "{Shahih: Muttafaq Alaih)
قَالَ
وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ
Dalam suatu
riwayat beliau bersabda, "... hendaklah wanita-wanita haidh menjauhi
tempat shalat kaum muslimin. "
عَنْ أُمِّ
عَطِيَّةَ قَالَتْ كُنَّا نُؤْمَرُ بِهَذَا الْخَبَرِ قَالَتْ وَالْحُيَّضُ يَكُنَّ
خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ مَعَ النَّاسِ
1138. Dari Ummu Athiyah dia berkata,
"...kamipernah diperintahkan ..." seperti Hadits ini. Katanya, "Wanita-wanita
haidh hendaknya berada di belakang orang banyak, lalu bertakbir bersama mereka.
"{Shahih: Muttafaq Alaih)
36.
Keluarnya Wanita Pada (shalat) Dua Hari Raya
Hadits
539 (Sunan Tirmidzi)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا مَنْصُورٌ وَهُوَ ابْنُ زَاذَانَ عَنْ ابْنِ
سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يُخْرِجُ الْأَبْكَارَ وَالْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ
وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الْمُصَلَّى
وَيَشْهَدْنَ دَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قَالَتْ إِحْدَاهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ فَلْتُعِرْهَا أُخْتُهَا مِنْ
جَلَابِيبِهَا
539. Ahmad bin Mani menceritakan kepada kami, Husyaim
memberitahukan kepada kami, Manshur -yakni Ibnu Zadzan- memberitahukan kepada
kami dari Ibnu Sirin, dari Ummi Athiyyah: Rasulullah SAW menyuruh keluar
perawan-perawan, wanita-wanita merdeka, wanita-wanita yang mengurung diri, dan
wanita-wanita yang sedang haid, tetapi wanita-wanita yang haid hendaknya
memisahkan diri dari tempat shalat dan menyaksikan dakwah kaum muslimin. Salah
seorang di antara mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana seandainya
dia tidak mempunyai jilbab?" Beliau menjawab, "Maka hendaknya
saudaranya mau meminjamkan jilbabnya untuknya. " Shahih: IbnuMajah (1307 dan 1308) dan Muttafaq 'alaih
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ بِنَحْوِهِ
540.
Ahmad bin Mani" menceritakan kepada kami, Husyaim memberitahukan kepada
kami dari Hisyam bin Hasan, dari Hafshah binti Sirin, dari Ummi Athiyah dengan
makna yang sama.
Ia
berkata, "Pada bab ini ada hadits yang diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas
dan Jabir." Abu Isa berkata, "Hadits Ummi Athiyah ini adalah hadits hasan
shahih." Sebagian ulama sependapat dengan isi hadits ini. Ada yang
memberi keringanan kepada wanita untuk keluar pada dua hari raya, dan ada juga
yang tidak menyukainya. Diriwayatkan dari Ibnu Al Mubarak, ia berkata,
"Pada hari ini aku tidak menyukai orang-orang perempuan yang keluar pada
dua hari raya. Apabila seorang perempuan memaksa untuk pergi, maka hendaknya
suaminya mengizinkannya untuk keluar dengan pakaian jeleknya dan tidak berhias.
Apabila ia enggan untuk keluar dengan pakaian jelek, maka suaminya boleh
mencegahnya." Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, "Seandainya
Rasuiullah SAW mengetahui apa yang dilakukan oleh para wanita, maka beliau
melarang mereka untuk pergi ke masjid sebagaimana wanita Bani Israil dilarang
untuk ke masjid." Diriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri, bahwa kini ia tidak
menyukai orang-orang perempuan yang pergi ke masjid untuk menunaikan shalat
Ied.
No. Hadist: 387 (Sunan
An-Nasa’i)
Bab: Wanita haidh turut menghadiri idul adha-fitri dan dakwah muslimin
أَخْبَرَنَا
عَمْرُو بْنُ زُرَارَةَ قَالَ أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ
حَفْصَةَ قَالَتْ كَانَتْ أُمُّ عَطِيَّةَ لَا تَذْكُرُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا قَالَتْ بِأَبَا فَقُلْتُ أَسَمِعْتِ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَذَا وَكَذَا قَالَتْ نَعَمْ
بِأَبَا قَالَ لِتَخْرُجْ الْعَوَاتِقُ وَذَوَاتُ الْخُدُورِ وَالْحُيَّضُ
فَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ وَتَعْتَزِلْ الْحُيَّضُ
الْمُصَلَّى
Telah mengabarkan kepada kami Amr bin Zurarah dia
berkata; telah memberitakan kepada kami Ismail dari Ayub dari Hafshah
dia berkata; " Ummu Athiyyah berkata kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, 'Ayahku menjadi jaminanku'. Aku berkata, 'Apakah kamu
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda begini dan begitu? '
Ia menjawab, 'Ya, ayahku menjadi jaminanku. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Hendaklah para budak dan gadis-gadis pingitan, serta
perempuan-perempuan yang sedang haidl keluar untuk menyaksikan kebaikan dan
dakwah kaum muslimin. Perempuan-perempuan yang sedang haidl hendaknya menjauh
dari tempat shalat."
165.
Keluarnya Para Wanita pada Dua Hari Raya
Hadits
1087-1323(Sunan Ibnu Majah)
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ
فِي يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ قَالَ قَالَتْ أُمُّ عَطِيَّةَ فَقُلْنَا
أَرَأَيْتَ إِحْدَاهُنَّ لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ فَلْتُلْبِسْهَا
أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
1087-1323.
Dari Ummu 'Athiyah, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk
mengeluarkan para wanita pada hari raya fitri dan kurban." Perawi berkata,
"Ummu 'Athiyah berkata, 'Kemudian kami bertanya, 'Apa pendapat engkau
wahai Rasulullah apabila salah satu mereka tidak memiliki jilbab?." Beliau
menjawab, "Hendaknya saudara perempuanya memberikan dari jilbabnya." Shahih,
Shahih Abu Daud (1041, 1043). Muttafaq alaih
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْرِجُوا الْعَوَاتِقَ
وَذَوَاتِ الْخُدُورِ لِيَشْهَدْنَ الْعِيدَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ
وَلْيَجْتَنِبَنَّ الْحُيَّضُ مُصَلَّى النَّاسِ
1088-1324.
Dari Ummu Athiyah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Keluarkanlah
gadis-gadis yang menjelang baligh dan wanita-wanita yang dipingit, untuk
menghadiri hari raya dan dakwah hakim muslim, dan hendaknya para wanita yang
sedang haid menjauh dari tempat shalat orang-orang'." Shahih, Shahih
Abu Daud. Ash-Shahihah (2407). Bukhari
Hafsah [binti sirin, 2/9] berkata
, “kami semua melarang gadis-gadis kami untuk keluar pada kedua hari raya (Idul
fitri dan Idul Adha). Datanglah seorang perempuan lalu singgah di gedung
keluarga Khalaf, [lalu aku dating kepadanya], kemudian ia bercerita tentang
saudara perempuannya dan suami dari saudara perempuannya telah mengikuti peperangan bersama-sama
dengan Nabi Muhammad saw. Sebanyak dua belas kali. Perempuan tersebut
selanjutnya mengatakan, ‘saudara perempuanku itu pernah mengikuti suaminya
(dalam peperangan) sebanyak enam kali.
Ia mengatakan, ‘ kami mengobati yang terluka, mengurus yang sakit.’ Saudara
perempuanku bertanya kepada Nabi Muhammad aZsaw. ‘apakah tidak apa-apa bagi
salah seorang di antara kami untuk tinggal dirumah kalau dia tidak mempunyai
jilbab?’ beliau menjawab, ‘ hendaknya sahabatnya mengenakan salah satu
jilbabnya kepadanya dan hendaknya dia berpartisipasi didalam
perbuatan-perbuatan baik dan dalam pertemuan-pertemuan keagamaan kaum muslimin.
‘ pada waktu Ummu Athiyyah datang, aku datang kepadanya lalu aku bertanya
kepadanya,’apakah anda pernah mendengar Nabi Muhammad saw. Mengenai masalah ini
(yakni bolehnya kaum wanita keluar untuk menghadiri kebaikan yang diadakan oleh
kaum muslimin)?’ Ummu Athiyyah berkata, ‘ya semoga Ayahku berkorban untuknya
(Nabi Muhammad saw.)- Ummu Athiyyah tidak menyebutkan sesuatu melainkan hanya
berkata, ‘semoga ayahku berkorban untuknya’- aku pernah mendengar Nabi Muhammad
saw. Bersabda, ‘[hendaklah] wanita-wanita merdeka (anak-anak gadis) dan
wanita-wanita pingitan atau anak-anak gadis pingitan [Abu Ayyub ragu-ragu] dan
wanita-wanita haid keluar [pada hari
raya] untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah orang-orang mukmin, dan orang yang
haid supaya mengucilkan diri dari mushalla.’ [ seorang perempuan bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, bagaimana kalau seorang dari kami tidak mempunyai jilbab?’ beliau
menjawab, ‘Hendaklah sahabatnya berpartisipasi dengan menggunakan jilbabnya
kepadanya.’ 1/93].’” Hafshah berkata, “ aku bertanya bagaimana dengan
wanita-wanita yang sedang haid?’ jawabnya, ‘bukankah wanita yang sedang haid
juga hadir di arafah, [menghadiri] ini dan [menghadiri] ini?’” (dalam satu
riwayat dari Hafsah, “kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya, hingga
kami suruh keluar juga anak-anak gadis dari pingitannya, hingga kami keluarkan
wanita-wanita yang sedang haid, lalu mereka berada di belakang orang banyak,
lantas bertakbir dengan takbir mereka dan berdoa sebagaimana mereka berdoa
karena mengharapkan keberkahan dan kesucian hari itu.” 2/7)
Sayyid Sabiq
mengatakan dalam Fiqhussunnah disyariatkan pada kedua hari raya itu
keluarnya anak-anak serta kaum wanita, termasuk gadis atau janda, yang masih
remaja atau yang sudah tua, bahkan juga wanita-wanita yang sedang haid,
berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah:
َعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: ( أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ
اَلْعَوَاتِقَ, وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ; يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ
اَلْمُسْلِمِينَ, وَيَعْتَزِلُ اَلْحُيَّضُ اَلْمُصَلَّى ) مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Ummu Athiyyah
Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis
dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan
dakwah kaum muslimin, wanita-wanita yang haid itu terpisah dari tempat sholat.
(H.R Muttafaq Alaihi)
Biografi Singkat Hafsah binti
Sirin
Beliau adalah saudara perempua
Muhaammad bin Sirin, seorang tabi’in yang senantiasa beribadah dan sekaligus
ahli dalam fikih. Hafsah hafal Alquran dengan sangat baik semenjak berusia 12
tahun. Bahkan Muhammad bin Sirin sendiri di saat merasa kesukaan dalam memahami
sesuatu yang berhubungan dengan Alquran, memerintahkan kepada muridnya untuk
pergi menghadap Hafsah.
Ia berkata, “menghadaplah kalian
semua kepada Hafsah, dan bertanyalah kepadanya tentang bagaimana cara ia
memahami permasalahannya ini (permasalahan yang bersangkutan dengan Alquran).
Sebab ia bagaikan orang yang telah meminum bahtera keilmuan yang ada dalam
Alquran”.
Ibnu Hibban, Yahya bin Muayyan
dan Ahmad bin Abdullah, menganggap Hafsah termasuk para perawi Hadits yang
dapat dipercaya. Ia meninggal dunia di Madinah tahun 101 Hijrah dengan usia
mendekati 70 tahun.
Kandungan Hadits
- Kalimat “kami
diperintahkan.” Orang yang memberikan perintah di sini adalah Rasulullah
SAW, dengan begitu hadits ini hadits marfu’
- Perintah wanita berpartipasi
di dalam perbuatan-perbuatan yang baik dan dalam pertemuan-pertemuan
keagamaan kaum muslimin.
- Perintah wanita-wanita
merdeka (anak-anak gadis) dan wanita –wanita pingitan atau anak-anak gadis
pingitan dan wanita-wanita haid keluar pada hari raya untuk menyaksikan
kebaikan dan dakwah orang-orang mukmin.
- Wanita yang haid agar
mengucilkan diri dari mushalla (tempat shalat)
- Perintah wanita muslimah
meminjamkan jilbabnya kepada saudara atau sahabatnya agar dapat
berpartisipasi dalam perbuatan-perbuatan baik.
- Bolehnya wanita haid hadir
di Arafah.
- Bolehnya wanita haid
bertakbir seperti takbir orang yang
menghadiri shalat id.
- Bolehnya wanita haid berdoa
karena mengharapkan keberkahan dan kesucian hari raya id.
- Keutamaan Hari Id dan bahwa
ia merupakan hari dimana doa dikabulkan
- Ibnu Al Mulaqqin dalam
Asy-Syarh Al ‘Umdah mengatakan “berargumentasi dengan perintah
mengeluarkan para wanita untuk mengikuti shalat Id dan keluar rumah
sebagai suatu kewajiban bagi mereka adalah tidak sah, karena perintah
tersebut diarahkan kepada orang yang tidak wajib shalat, seperti para
wanita yang sedang haid. Maksud perintah
di sini hanya mendidik anak-anak/ remaja agar mau mengerjakan
shalat, menghadiri doa, mengikutsertakan mereka serta memperlihatkan
kesempurnaan agama Islam.
- Hadits ini menunjukkan bahwa
menghadiri majlis-majlis dzikir dan kebaikan dianjurkan kepada setiap
orang, termasuk wanita haid, orang junub dan sejenisnya kecuali di masjid.
Pendapat Imam Mazhab
Mengenai hadits ini syaikh ibnu
Utsaimin rahimahullah dalam Majmu Al-Fatawa, 16/214 mengatakan “pendapat saya
bahwa shalat id itu Fardu Ain. Tidak dibolehkan bagi laki-laki meninggalkannya,
mereka harus hadir. Karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya,
bahkan beliau memerintahkan para wanita yang baru baliq dan para gadis untuk
keluar shalat Id. Bahkan beliau memerintahkan wanita haid untuk keluar (ke
tempat shalat Id) akan tetapi dipisahkan dari tempat shalat. Hal ini semakin
menguatkan kewajibannya.
Para ulama berbeda pendapat
tentang hukum shalat dua hari raya menjadi tiga pendapat.
Pendapat pertama, bahwa ia sunnah muakkad. Ini adalah pendapat madzhab
Malikiyyah dan Syafi’iyyah. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW kepada badui
arab yang bertanya tentang shalat wajib. Beliau SAW menjawab
“lima shalat yang telah
diwajibkan oleh Allah SWT kepada para hambaNya”. Lekaki badui itu
bertanya,”apakah ada yang wajib bagi saya selain lima itu?” Beliau SAW menjawab, “tidak.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun ke mu’akkadahannya di
karenakan Rasulullah SAW selalu menjalankanya.
Pendapat kedua, fardu kifayah. Ini mazhab Imam
Ahmad Rahimahullah. Jika sebagian orang telah melakukannya maka kefardhuannya
gugur untuk yang lain.
Dalil kefardhuannya adalah :
- Firman Allah SWT
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkurbanlah”
(Q.S Al Kautsar :2)
- Rasulullah SAW selalu
mengerjakannya
- Shalat Id merupakan symbol
nyata agama Islam
Bahwa hukum shalat Id bukan
Fardhu Ain karena hadits lelaki arab badui menafikkan kewajiban shalat selain
lima waktu.
Pendapat ketiga, diwajibkan kepada seluruh orang
Islam. Diwajibkan kepada seluruh laki-laki. Berdosa orang yang meninggalkannya
tanpa ada uzur. Ini mazhab Imam Abu Hanifah Rahimahullah. Menurut madzhab Hanafiyah
hukum melaksanakan shalat Id adalah wajib atas orang yang wajib melaksanakan
shalat jumat. Hanya saja hukum khutbah shalat Id bagi mereka adalah sunnah.
Riwayat lain dari
Imam Ahmad mengatakan bahwa hukum melaksanakan shalat Id adalah fardhu ain berdasarkan
ayat Al Kautsar ayat 2, perintah Nabi SAW untuk melaksanakannya termasuk oleh
para wanita. Pendapat ini dipilih Syaikhul Islam.
Pendapat ini adalah
pendapat yang rajah. Dalil-dalil yang diajukan oleh mereka yang
berpendapat fardhu kifayah merupakan dalil bagi mereka yang berpendapat fardhu
ain. Dalil-dalil tersebut lebih menampakkan pilihan pendapat terakhir ini.
Adapun hadits lelaki
arab badui tidak ada petunjuk di dalamnya yang mengatakan bahwa shalat Id tidak
wajib. Karena pertanyaannya kepada Nabi SAW dan jawaban beliau hanya berkaitan
dengan shalat fardhu yang dilakukan terus menerus setiap hari. Untuk tidak
menghalangi adanya kewajiban shalat baru
karena suatu sebab, seperti dua shalat Id yang merupakan bentuk syukur
kepada Allah SWT atas limpahan nikmatnya yang tiada henti, khususnya puasa
bulan Ramadhan, ibadah malamnya, berkurba hewan dan melaksanakan manasik haji.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Bassam, Abdullah bin
Abdurrahman. 2006. Syarah Bulughul Mahram Jilid 3. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2003. Ringkasan Shahih Bukhari.
Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Albani, Muhammad
Nashiruddin. 2008. Shahih
Sunan Abu Daud. Jakarta:
kampungsunnah.org.
Al-Albani, Muhammad
Nashiruddin. 2008. Shahih
Sunan Ibnu Majah.
Jakarta:
kampungsunnah.org.
Al-Albani,
Muhammad Nashiruddin. 2009. Shahih Sunan Tirmidzi. Jakarta:
kampungsunnah.org.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin.
2009. Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta:
kampungsunnah.org.
Al-Asqalany, Ibnu Hajar. 2008. Bulughul
Mahram. Tasikmalaya: Pustaka Al-Hidayah